i'm backkkkkkkk ..
kembali lagi membahaaas Rancangan UU ITE ..
yang kemariin masiih bersambuung ..
okeee ..
langsung ke TKP aja ..
_________________________________________________________________________
Hubungan UU ITE No.11 dengan HAM dan Tujuan Negara RI
Berbagai diskusi dan pernyataan di Internet mempersoalkan tentang UU ITE No. 11 Tahun 2008. Pendapat yang berbeda muncul, termasuk keinginan beberapa kalangan agar UU No. 11 Tahun 2008 direvisi dengan berbagai alasan dan pertimbangan.Pada bagian ini, penulis mengungkapkan beberapa pemikiran yang dapat memberikan pencerahan bagi kita semua untuk memandang UU ITE No. 11 Tahun 2008 secara komprehensif dari berbagai sudut pandang dan memposisikan diri kita sebagai anak bangsa yang peduli terhadap kemajuan bangsa Indonesia.
Pertama:
Pertanyaan: Apa tujuan dari Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik menurut UU ITE No. 11 Tahun 2008? Bagaimana kaitannya dengan tujuan Negara RepublikIndonesia?: Tujuan dari Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik menurut UU ITE No. 11 Tahun 2008 tercantum pada Pasal 4, yaitu:
1. Mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;
2. Mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
3. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;
4. Membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab; dan
5. Memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi.
Tujuan di atas sejalan dengan tujuan Negara Republik Indonesia sebagaimana tercantum dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945 diantaranya “mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum”. Hal ini menunjukkan bahwa dasar pembentukan UU ITE No. 11 tahun 2008 konsisten dengan tujuan Negara Republik Indonesia.
Kedua:
Pertanyaan: Apakah semua informasi elektronik dapat meningkatkan kecerdasan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum?
Jawab : Tidak semua informasi elektronik dapat meningkatkan kecerdasan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum. Informasi elektronik terbagi dalam dua kategori yaitu informasi elektronik yang berkualitas dan informasi elektronik yang tidak berkualitas. Yang dapat meningkatkan kecerdasan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum hanya informasi elektronik yang berkualitas, yaitu informasi yang mendorong pengembangan potensi bangsa di berbagai bidang kehidupan menuju bangsa yang sejahtera dan cerdas, serta mampu bersaing dengan bangsa lain.
Ketiga:
Bagaimana dengan jenis Informasi Elektronik yang tidak berkualitas? Apa contohnya? Jenis informasi elektronik yang tidak berkualitas dapat merusak pencapaian tujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum. Informasi elektronik yang tidak berkualitas bermuatan negatif seperti pelanggaran kesusilaan, perjudian, menghina dan mencemarkan nama baik seseorang, pemerasan dan/atau pengancaman, berita bohong dan menyesatkan, menimbulkan rasa kebencian dan permusuhan.
Keempat:
Bagaimana menggambarkan kebebasan mengakses informasi elektronik yang tidak berkualitas dapat merusak pencapaian tujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kesejahteraan rakyat? Gambarannya sederhana saja. Indonesia adalah negara yang gencar melakukan pembangunan. Salah satu upaya pemerintah dalam melaksanakan pembangunan adalah memperluas akses internet sampai ke pedesaan. Tujuannya adalah bagaimana mendorong percepatan pembangunan di pedesaan. Para petani dapat mempromosikan hasil pertanian lewat internet. Murid sekolah dapat memperoleh banyak ilmu pengetahuan lewat internet.Para pejabat pemerintah dapat mengawasi bawahannya dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat lewat pemanfaatan internet, dan masih banyak manfaat lainnya.
Jadi, tujuan Pemerintah untuk memperluas akses informasi lewat internet sampai ke pedesaan untuk meningkatkan kecerdasan dan kesejahteraan rakyat di pedesaan. Meskipun demikian, tujuan itu dapat tidak tercapai apabila masyarakat pedesaan dominan mengakses informasi elektronik yang tidak berkualitas.
Coba kita bayangkan, bagaimana jika sekelompok murid sekolah mengakses situs porno atau bermain judi lewat internet, Apakah hal ini membuat masyarakat pedesaan menjadi cerdas dan sejahtera? Apakah perbuatan menyebarkan informasi elektronik yang bermuatan berita bohong, pemerasan, pengancaman, penghinaan, pencemaran nama baik termasuk perbuatan mengarah pada peningkatan kecerdasan dan kesejahteraan rakyat? Dengan akal sehat, kita dapat menjawab bahwa perbuatan itu tidak mengarah pada peningkatan kecerdasan dan kesejahteraan rakyat.
Kelima:
Bagaimana pembatasan akses informasi elektronik yang tidak berkualitas dalam UU
ITE No. 11 Tahun 2008? Dalam UU ITE No. 11 thn 2008 pada Pasal 27 dan 28 telah
melarang setiap orang untuk menyebarkan informasi elektronik yang tidak
berkualitas, dan memberikan sanksi pidana penjara dan/atau denda kepada setiap
orang yang melanggar.
Pasal 27
1. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
2. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.
3. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
4. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.
Pasal 28
1. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
2. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Pasal 45
1. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
2. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Keenam:
Pertanyaan: Apakah pasal 27 dan pasal 28 dalam UU ITE No. 11 Tahun 2008 bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM) sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945?Justru Pasal 27 dan Pasal 28 UU ITE No. 11 thn 2008 mendorong penegakan HAM. Mari kita simak pasal 28F dalam UUD 1945 yang berbunyi :
“Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”. Penulis ingin mengajukan pertanyaan kepada pembaca untuk direnungkan.
Apakah informasi elektronik yang tidak berkualitas seperti bermuatan pencemaran nama baik, penghinaan, pelanggaraan kesusilaan, pengancaman merupakan informasi elektronik yang dapat mengembangkan pribadi dan lingkungan sosial. Sementara kebebasan untuk mengakses informasi elektronik yang berkualitas mendorong pengembangan pribadi dan lingkungan sosial. Jadi Pasal 27 dan Pasal 28 sudah tepat dalam UU ITE No. 11 Tahun 2008 untuk memberantas informasi elektronik yang tidak berkualitas agar masyarakat dapat lebih mengakses informasi elektronik yang berkualitas untuk menunjang pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya.
Ketujuh:
Pertanyaan: Apa argumentasi yang tepat bahwa informasi elektronik yang tidak berkualitas dapat merusak pengembangan pribadi dan lingkungan sosial? Argumentasinya cukup sederhana. Indonesia memiliki lingkungan sosial yang kental dengan kultur ketimuran yaitu masyarakat agamis. Tidak ada satu pun agama yang membolehkan seseorang untuk melakukan perbuatan menyebarkan informasi yang bermuatan penghinaan, pencemaran nama baik seseorang, pengancaman, pemerasan, fitnah, perjudian, pornografi. Informasi elektronik yang tidak berkualitas merusak moral generasi bangsa.
Kedelapan:
Pertanyaan: Bagaimana mengaitkan UU ITE, HAM, Jenis Informasi Elektronik dan Tujuan Negara Republik Indonesia? Keterkaitannya berangkat dari tujuan Negara R.I untuk meningkatkan kecerdasan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum.
1. UUD 1945 telah mengatur Hak Asasi Manusia (HAM) untuk memperoleh dan menyebarkan informasi yang dapat mengembangkan pribadi dan lingkungan sosial. Akses informasi elektronik yang berkualitas mengarah pada pengembangan pribadi, lingkungan sosial dan pencapaian tujuan Negara R.I. Akses informasi elektronik yang tidak berkualitas tidak mengarah pada pengembangan pribadi, lingkungan sosial dan pencapaian tujuan Negara R.I.
2. UU ITE No. 11 tahun 2008 memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi kemerdekaan berpendapat dan kebebasan untuk mengakses informasi elektronik yang berkualitas dan melarang untuk mengakses informasi elektronik yang tidak berkualitas.
Kesembilan:
Pertanyaan: Sudah banyak diskusi dan pernyataan yang menginginkan untuk revisi UU ITE No. 11 Tahun 2008 terutama terkait dengan soal HAM tentang kebebasan mengakses informasi, bagaimana dgn masalah ini? Pada dasarnya keinginan untuk merevisi UU ITE No. 11 tahun 2008 merupakan hak setiap orang. Tapi sayangnya, beberapa orang yang menginginkan revisi terhadap UU ITE No. 11 tahun 2008 bersandar pada pemahaman yang kurang baik tentang pencapaian tujuan Negara Republik Indonesia. Beberapa pendapat mengatakan bahwa kebebasan untuk mengakses informasi sudah dikebiri oleh UU ITE No. 11 tahun 2008 dan melanggar HAM. UU ITE No. 11 Tahun 2008 justru memberikan kebebasan bagi siapa saja untuk mengakses informasi elektronik tetapi untuk kategori informasi elektronik yang berkualitas dalam rangka mencapai tujuan Negara Republik Indonesia. Penulis tidak sependapat dengan kebebasan tanpa kontrol karena kita hidup dalam suatu negara yang memiliki tujuan. Kebebasan tanpa kontrol menunjukkan suatu pemikiran yang tidak mengarah pada pencapaian tujuan. Seseorang yang hidup dengan tujuan, dicirikan oleh kemampuan untuk memilah dan memilih informasi yang sepatutnya diakses dalam rangka pencapaian tujuan itu. UU ITE No. 11 Tahun 2008 sudah menampakkan perilaku itu, melindungi informasi elektronik yang berkualitas dan melarang informasi elektronik yang tidak berkualitas. Demikian pula, HAM dalam UUD 1945 yang berkaitan dengan kebebasan penyebaran dan pengaksesan informasi memiliki kontrol berupa tujuan untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosial.
UU ITE dengan Kebebasan PERS
Banyak protes dari kalangan Pers tentang keberadaan UU ITE Nomor 11 tahun 2008 terutama menyangkut pasal 27 Ayat 3 dan Pasal 28 ayat 2. Pasal tersebut dipandang berpotensi mengancam kemerdekaan Pers, berita pers dapat disalurkan melalui informasi elektronik (di dunia maya), terkait dengan kasus korupsi, sengketa, politik yang dapat dinilai sebagai penyebaran pencemaran nama baik, penghinaan, menimbulkan permusuhan atau kebencian dalam masyarakat. Berikut kutipan pasal-pasal tersebut.
Pasal 27 ayat 3
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Pasal 28 ayat 2
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Pada bagian ini UU ITE No. 11 Tahun 2008 terutama Pasal 27 dan Pasal 28. Kiranya melalui tulisan ini akan lebih memperjelas apa yang dikuatirkan oleh kalangan Pers dalam penyampaian berita dalam bentuk informasi elektronik.
Dunia maya merupakan wadah komunikasi bagi siapa saja, termasuk bagi Pers untuk menyebarkan informasi. Pers merupakan kalangan yang berkepentingan untuk menyebarkan berita lewat internet karena sarana ini merupakan cara yang cepat untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat dalam jangkauan yang lebih luas dan lebih murah.Persoalannya: Apakah UU ITE No. 11 tahun 2008 pada Pasal 27 dan Pasal 28 berpotensi membatasi kebebasan Pers dalam memberitakan suatu peristiwa dalam bentuk informasi elektronik? Dalam Pasal 27 dan Pasal 28 UU ITE No. 11 Tahun 2008 terdapat pernyataan ‘tanpa hak’.Pers memiliki hak untuk mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik berupa Berita. Hak dari Pers sudah jelas dinyatakan dan dilindungi dengan UU Pers No. 40 Tahun 1999.
Selain menentukan Hak, UU No. 40 tahun 1999 juga menjelaskan Kewajiban Pers. Pers memiliki hak untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
Pers berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah. Pers berkewajiban pula untuk melayani hak jawab sebagai bentuk koreksi dan kontrol dari masyarakat. Wartawan harus menaati kode etik Jurnalistik.
Beberapa Pasal dalam Kode Etik Jurnalistik diantaranya :
1. Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
2. Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
3. Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
4. Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
5. Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Terkait dengan pendistribusian atau penyebaran informasi elektronik. Sesuai amanat UU Pers No. 40 tahun 1999, maka Pers memiliki ‘hak’ untuk mendistribusikan informasi, penulis berpendapat, termasuk informasi elektronik. Jika timbul tuduhan bahwa berita dalam bentuk informasi elektronik yang disampaikan oleh Pers mengandung unsur pencemaran nama baik, penghinaan, menimbulkan permusuhan dan kebencian dalam masyarakat, maka UU ITE No. 11 Tahun 2008 tidak dapat digunakan untuk menjerat Pers, karena Pers memiliki hak untuk mendistribusikan informasi elektronik, sementara Pasal 27 dan Pasal 28 UU ITE no. 11 Tahun 2008 mengacu pada 'tanpa hak'. Pers memiliki mekanisme sendiri untuk menyelesaikan masalahnya. Dalam UU Pers No. 40 tahun 1999 secara jelas diterangkan bahwa Pers memiliki kewajiban seperti menerima Hak Jawab dan Hak Koreksi dari masyarakat. Pers juga memiliki kode etik jurnalistik, wartawan tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul dan berkewajiban untuk melakukan koreksi terhadap pemberitaan jika memang dipandang tidak akurat/keliru. Jadi, UU ITE No. 11 tahun 2008 khususnya Pasal 27, 28 tidak untuk kalangan Pers.
Sembilan Peraturan Pemerintah dan Dua Lembaga yang baru untuk UU ITE
UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang telah disahkan pada bulan April 2008, pelaksanaannya masih menunggu penerbitan 9 Peraturan Pemerintah dan pembentukan 2 (dua) lembaga yang baru yakni Lembaga Sertifikasi Keandalan dan Penyelenggara Sertifikasi Elektronik.
Peraturan Pemerintah tersebut terdiri dari :
1. Lembaga sertifikasi keandalan
2. Tanda tangan elektronik
3.Penyelenggaraan sertifikasi elektronik
4.Penyelenggaraan sistem elektronik
5. Penyelenggaraan transaksi elektronik
6. Penyelenggara agen elektronik
7. Pengelolaan nama domain
8. Tatacara intersepsi
9. Peran pemerintah
Selama proses pembentukan Peraturan Pemerintah untuk UU ITE, Pemerintah perlu secara intensif mendengarkan berbagai masukan dari masyarakat agar Peraturan Pemerintah tersebut dapat diterapkan dengan efektif dan mendapatkan respon positif dari masyarakat. Demikian pula, pelaksanaan UU ITE turut memperhatikan kesiapan masyarakat, karena UU ITE merupakan payung hukum di Indonesia untuk pertama kali dalam bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik. Oleh karena itu, Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) dan Instansi yang terkait perlu intensif melakukan berbagai upaya, diantaranya Sosialisasi UU ITE pada masyarakat termasuk kalangan kampus, peningkatan pengetahuan aparat penegak hukum ttg UU ITE dan berbagai aspek dalam Hukum Telematika. Dua lembaga yaitu Lembaga Sertifikasi Keandalan dan Penyelenggara Sertifikasi Elektronik masing-masing diharapkan dapat berfungsi sebagai berikut:
1.Lembaga Sertifikasi Keandalan melakukan fungsi administratif yang mencakup registrasi, otentikasi fisik terhadap pelaku usaha, pembuatan dan pengelolaan sertifikat keandalan, dan membuat daftar sertifikat yang dibekukan. Setiap pelaku usaha yang akan melakukan transaksi elektronik dapat memiliki Sertifikat Keandalan yang diterbitkan oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan dengan cara mendaftarkan diri. Lembaga Sertifikasi Keandalan akan melakukan pendataan dan penilaian menyangkut identitas pelaku usaha, syarat-syarat kontrak dari produk yang ditawarkan, dan karakteristik produk. Jika pelaku usaha lulus dalam uji sertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan maka akan memperoleh pengesahan berupa logo trustmark pada homepage pelaku usaha yang menunjukkan bahwa pelaku usaha tersebut layak untuk melakukan usahanya setelah diaudit oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan.
2.Penyelenggara Sertifikasi Elektronik melaksanakan fungsi administratif mancakup registrasi, otentikasi fisik terhadap pemohon, pembuatan dan pengelolaan kunci publik maupun kunci privat, pengelolaan sertifikat elektronik dan daftar sertifikat yang dibekukan. Setiap pihak yang akan melakukan transaksi elektronik perlu memenuhi persyaratan minimum dalam UU ITE, singkat kata, memerlukan tanda tangan elektronik dalam melakukan transaksi elektronik. Tanda tangan elektronik ini akan lebih aman jika terdapat pihak ketiga selain para pihak yang bertransaksi. Pihak ketiga tersebut adalah Penyelenggara Sertifikasi Elektronik dengan fungsi utama adalah menerbitkan Sertifikat Elektronik yang memuat data pembuatan tanda tangan elektronik yang dikenal dengan ‘kunci publik’ dan ‘kunci privat’. Pelaku usaha yang ingin mendapatkan Sertifikat Elektronik untuk mendukung penggunaan tanda tangan elektronik dalam melakukan transaksi elektronik dapat mengajukan permohonan kepada Penyelenggara Sertifikasi Elektronik. Lalu, Penyelenggara Sertifikasi Elektronik akan melakukan pendataan dan penilaian meliputi identitas pemohon, otentikasi fisik dari pemohon, dan syarat lainnya. Setelah dinilai dan tidak ada masalah, dilanjutkan dengan penerbitan Kunci Publik, Kunci Privat, dan Sertifikat Elektronik. Dengan Sertifikat Elektronik yang dimiliki oleh para pihak yang bertransaksi secara elektronik akan memberikan rasa aman dan meningkatkan kepercayaan para pihak yang bertransaksi.
Beberapa Hal yang Terlewat Dan Perlu Persiapan Dari UU ITE
Beberapa yang masih terlewat, kurang lugas dan perlu didetailkan dengan peraturan dalam tingkat lebih rendah dari UU ITE (Peraturan Menteri, dsb) adalah masalah:
•Spamming, baik untuk email spamming maupun masalah penjualan data pribadi oleh perbankan, asuransi, dsb
•Virus dan worm komputer (masih implisit di Pasal 33), terutama untuk pengembangan dan penyebarannya
•Kemudian juga tentang kesiapan aparat dalam implementasi UU ITE. Amerika, China dan Singapore melengkapi implementasi cyberlaw dengan kesiapan aparat. Child Pornography di Amerika bahkan diberantas dengan memberi jebakan ke para pedofili dan pengembang situs porno anak-anak
•Terakhir ada yang cukup mengganggu, yaitu pada bagian penjelasan UU ITE kok persis plek alias copy paste dari bab I buku karya Prof. Dr. Ahmad Ramli, SH, MH berjudul Cyberlaw dan HAKI dalam Sistem Hukum Indonesia. Kalaupun pak Ahmad Ramli ikut menjadi staf ahli penyusun UU ITE tersebut, seharusnya janganlah terus langsung copy paste buku bab 1 untuk bagian Penjelasan UU ITE, karena nanti yang tanda tangan adalah Presiden Republik Indonesia.
cont ...
Sumber :
2.http://www.forumu.uuite.com
3.http://www.romisatriowahono.net
4.http://www.dokumen.org/doc/35961
_______________________________________________________________________
well ..
akhirnya selese juga ..
pfff ..
:m:
okaaaaay , bye byee ..
:l:
0 comments:
Post a Comment